Menulis Kembali
Rasa malas
selalu menjadi faktor utama dalam menulis. Memulai tahun baru 2023, ingin
sekali rasanya kembali menulis di blog pribadi. Tentang apa saja, tentang
hidup, tentang keadaan, tentang buku atau tentang cinta. Mendapat motivasi untuk
menulis kembali ketika sedang scrolling di Instagram @nilaigontori, dari
KH. Hasan Abdullah Sahal atau Kyai Sahal, Pimpinan PM. Darussalam Gontor
berkata, “Jangan malas berbicara!, jangan malas menulis!, lakukan semuanya
untuk ‘amar ma’ruf nahi munkar’!”. Dari situlah semangat menulis dan
menyampaikan sesuatu yang baik meningkat begitu saja, alhamdulillah.
Mengawali tahun
baru 2023, setidaknya kutipan untuk memulai awal yang baru adalah sebuah
kutipan dari Gus Baha (KH. Ahmad Bahauddin Nursalim) Pengasuh Pondok Tahfidzul
Qur'an LP3IA, Rembang. Salah satu kutipan beliau ialah “Urip rasah digawe
susah, seng penting ora maksiat, yowes ngunu wae (hidup tidak perlu dipersulit,
yang penting tidak maksiat, yaudah begitu saja)”. Dari kutipan ini
saya terpacu untuk memulai tahun baru dengan tagline ringan ala Gus Baha,
menyederhanakan hidup agar lebih ringan namun tetap memiliki arah.
Perjalanan tahun
2022, bagi saya cukup berat. Dengan keadaan transisi dari pandemi kepada normal
kembali. Memiliki beberapa kesempatan dan peluang yang terjeda dan tertinggal
begitu saja. Berharga namun, saya kembalikan kepada Tuhan, bahwa disituasi
apapun terjadi atau tidak terjadi tetap menurut keputusan-Nya. Sedih tentu
saja, lagi-lagi peluang dan kesempatan hilang begitu saja. Dari sekian
kesedihan, tahun 2022 memiliki banyak pelajaran dan hikmah, I believe it.
Berbicara
Berbicara
menurut saya memiliki makna bukan sekedar berbicara melainkan bermakna
mengutarakan sesuatu dari hati. Cara penyampaian dan ketulusan akan menjadi
perhatian penting bagaimana kata demi kata mampu diterima dengan baik. Dengan berbicara
kita mampu mencurahkan berbagai kisah, cerita, bahkan dakwah bil lisan. Alangkah
indahnya apabila bibir kita mampu berbicara dan merespon pada hal-hal baik.
Dalam hadits
shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Nabi Muhammad SAW yaitu “Sampaikanlah
dariku walau hanya satu ayat”. Menyampaikan atau tabligh ilmu dari
Rasulullah SAW dari Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia dan As-Sunnah
berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (amaliyah), maupun
persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan sifat dan
akhlak mulia Nabi SAW.
Betapa pentingnya
berbicara tentang hal-hal yang baik dan menyampaikan kebenaran. Betapa hinanya
apabila bibir kita berbicara soal-soal buruk, menipu, memanipulasi dan lain
sebagainya. Berada ditengah situasi yang dapat memilih dan memutuskan untuk berbicara
apa bibir kita, baik atau buruk. Pilihan tersebut dikembalikan kepada setiap
individu, namun bagaimana perasaan Rasulullah SAW apabila mendengar
umat-umatnya menyampaikan kebaikan-kebaikan dari ayat-ayat Al-Qur’an atau
pelajaran-pelajaran dari As-Sunnah, Masya Allah.
Menulis
Menilik pada
sejarah, menulis bagi para ulama zaman dahulu merupakan ritual sakral yang tak
hanya butuh keberanian, tapi juga keikhlasan dan pengorbanan. Bagi para ulama
dahulu, menulis adalah proses menghargai waktu. Salah satu kisah yang mahsyur
dari ulama yang bermahzab Hanafi yang sangat menghargai waktu yakni Ishom al-Balkhi,
seorang ahli hadits dari Kota Balkh.
Sebagaimana dirangkum
Abdul Fattah Abu Guddah dalam kitabnya Qiymatuzzaman Inda Ulama – yang dikutip
dari Manaqib Imam Abu Hanifah – adalah ketika beliau membeli
balpoin seharga satu dinar hanya untuk menulis apa yang terlintas seketika
dalam pikirannya dan yang terjadi dihadapannya. Uang satu dirham zaman dahulu bukanlah
jumlah yang sedikit, satu dirham bisa digunakan untuk berangkat haji
berkali-kali atau beli ratusan unta. Bagi Ishom al-Balkhi, umur itu pendek,
sedangkan ilmu itu begitu luas. Karena itu, orang yang sedang menuntut ilmu tak
boleh membuang-buang waktu dan harus memanfaatkan waktu yang ada, salah satunya
dengan menulis.
Betapa pentingnya
menulis, apalagi bagi para pelajar atau murid dalam menuntu ilmu. Kita mengetahui
sejarah penulisan Al-Qur’an, dari mulai mengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an hingga
membukukannya. Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang terpisah satu sama lain. Ketika memerintah
Zaid bin Tsabit, disamping Abu Bakar ada Umar bin Khattab yang menyaksikannya. Alasan
mengapa kepada Zaid bin Tsabit yang diperintah oleh Abu Bakar adalah karena
beliau anak muda yang berakal cemerlang, tidak diragukan karena Zaid bin Tsabit
pernah menulis wahyu untuk Rasulullah SAW.
Sampai Ali bin
Abi Thalib mengatakan “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf
Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat
kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab
Allah SWT”. Singkat cerita pada zaman Amirul Mukminin Utsman bin Affan pada
tahun dua puluh lima Hijriyah mengkhawatirkan ada fitnah atas perbedaan mushaf-mushaf
yang berada di tangan para sahabat. Akhirnya pada kepemimpinan Utsman bin Affan
mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda
bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya
berpecah belah.
Mengetahui hal-hal
tersebut tentu membuat saya semakin terpacu untuk tidak berhenti menulis. Mengetahui
banyak nilai-nilai positif yang dapat diambil dari berbagai tulisan. Setiap keadaan
dan perasaan yang sedang dialami dapat dituangkan kedalam tulisan yang suatu saat
akan dipetik hikmahnya. Mendengar kisah para sahabat rasul dan para ulama tentu
akan menjadikan kita pribadi yang lebih baik dalam mengarsipkan keadaan dalam
tulisan. Jika saja Al-Qur’an tidak disatu mushafkan, bisa saja kekhawatiran
Khalifah Utsman bin Affan terjadi, yaitu timbulnya fitnah.
Epilog
Bagi saya,
menuangkan ide dan gagasan melalui berbicara dan menulis sama baiknya. Dengan berbicara
kita mampu menerima dengan cepat, merespon dengan cepat, meresapi dengan cepat
dan mengaplikasikannya dengan cepat. Sedangkan dengan menulis artinya kita akan
mengarsipkan ide dan gagasan tanpa mengenal ruang dan waktu. Ketika zaman
berkembang begitu pesat, menulis bukan lagi masalah besar seperti zaman dahulu,
balpoin mahal, kertas belum tersedia. Zaman sekarang balpoin dan kertas
harganya sangat terjangkau, apalagi dapat menulis di gawai yang sangat
mempermudah bagi siapa saja.
Tahun baru
2023, saya ingin sekali kembali menulis tentang hal-hal yang saya rasakan, saya
hadapi dan saya ketahu seperti ulama besar Ishom al-Balkhi. Menuangkan berbagai
ide dan gagasan kepada tulisan, yang semata-mata untuk kebaikan diri saya
sendiri dan harapannya bagi para pembaca tulisan ini.
Memulai dengan membaca basmallah dan tak lupa selalu mengucap hamdan wa syukran lillah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
(*)
Sumber :
https://muslim.or.id/6409-sampaikan-ilmu-dariku-walau-satu-ayat.html.
https://jurnaba.co/tradisi-menulis-para-ulama-salafusholih/
https://almanhaj.or.id/2198-penulisan-al-quran-dan-pengumpulannya.html
Komentar